Tanya Jawab Manasik Haji Dan Umrah

A. Pengertian Syarat, Rukun dan Wajib Haji

1. Apa yang dimaksud ibadah haji?

Ibadah haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan amalan-amalan ibadah, antara lain wukuf, mabit, thawaf, sa’i, dan lainnya pada masa tertentu, demi memenuhi panggilan Allah SWT dan mengharapkan ridha-Nya.

2. Apa yang dimaksud ibadah umrah?

Ibadah umrah adalah berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan thawaf, sa’i, dan mencukur atau menggunting rambut (tahallul) karena Allah SWT dan mengharapkan ridha-Nya.

3. Apa hukum ibadah haji dan umrah?

Hukum ibadah haji dan umrah adalah wajib bagi yang mampu dan dilaksanakan sekali seumur hidup.

4. Apakah setiap ibadah haji harus digabung dengan umrah?

Ibadah haji dan ibadah umrah adalah dua peribadatan yang masing-masing berdiri sendiri. Tidak setiap ibadah haji harus digabung dengan ibadah umrah.

5. Apa yang dimaksud haji tamattu’?

Haji tamattu’ adalah melakukan umrah lebih dulu kemudian mengerjakan ibadah haji. Jemaah yang melakukan cara ini dikenakan dam.

6. Apa yang dimaksud haji ifrād?

Haji ifrād adalah melakukan haji saja. Jemaah yang akan umrah wajib atau sunat, setelah menyelesaikan haji dapat melaksanakan umrah dengan Mīqāt dari Tan’im, Ji’ranah, Hudaibiyah atau daerah tanah halal lainya. Jemaah yang melakukan cara ini tidak dikenakan dam.

7. Apa yang dimaksud haji qirān?

Haji qirān adalah mengerjakan haji dan umrah di dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus. Jemaah yang melakukan cara ini juga wajib membayar dam nusuk. Pelaksanaan dam haji qiran sama dengan pelaksanaandampadahaji tamattu’.

8. Apa syarat wajib haji/umrah?

Syarat wajib haji/umrah ada lima:
a. Islam
b. Baligh (dewasa)
c. Berakal sehat
d. Merdeka (bukan budak)
e. Istita’ah (mampu)

Setiap orang yang belum memenuhi syarat tersebut belum wajib berhaji/umrah.

9. Apakah yang dimaksud dengan istita’ah (mampu) dalam ibadah haji?

Istita’ah (mampu) dalam ibadah haji adalah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW saat ditanya tentang istita’ah, yaitu bekal dan kendaraan. Yang dimaksud dengan bekal adalah bekal materi, pengetahuan, dan kesehatan. Sedangkan yang di- maksud dengan kendaraan adalah sesuatu yang dapat mengantarkan seseorang untuk melaksanakan ibadah haji, yaitu kendaraan, waktu, kesempatan dan memperoleh jatah (kuota), termasuk penugasan.

10. Ada berapa rukun haji itu?

Rukun haji ada 6 (enam):
a. Ihram (niat)
b. Wukuf di Arafah
c. Thawaf ifad}ah
d. Sa’i
e. Bercukur
f. Tertib, sesuai dengan urutannya.

Apabila tidak melaksanakan salah satu rukun haji tersebut, maka hajinyatidak sah.

11. Ada berapa wajib haji?

Wajib haji ada 6 (enam):
a. Ihram haji dari mīqāt
b. Mabit di Muzdalifah
c. Mabit di Mina
d. Melontar Jamrah
e. Menghindari perbuatan yang terlarang
f. dalam keadaan berihram.
g. Thawaf wada’ bagi yang akan meninggalkan Makkah.

Apabila meninggalkan salah satu wajib haji, maka hajinya sah, akan tetapi wajib membayar dam. Meninggalkan thawaf wada’ bagi jemaah haji yang uzur (sakit atau sedang haid) tidak dikenakan dam.

12. Apa yang dimaksud tertib dalam pelaksanaan ibadah haji?

Tertib dalam pelaksanaan ibadah haji adalah melaksanakan ketentuan hukum manasik sesuai dengan aturan yang ada.

B. Rukun, Wajib dan Sunnah Umrah

1. Ada berapakah rukun umrah? Rukun umrah ada 5 (lima):

a. Ihram (niat)
b. Thawaf
c. Sa’i
d. Bercukur
e. Tertib

Apabila meninggalkan salah satu rukun umrah, maka umrahnya tidak sah.

2. Apa yang dimaksud wajib umrah?

Wajib umrah adalah ihram umrah dari mīqāt dan tidak melakukan perbuatan/ hal-hal yang diharamkan pada waktu melakukan umrah. Apabila meninggalkan wajib umrah, maka wajib membayar dam.

3. Apa yang dimaksud umrah wajib?

Umrah wajib adalah umrah yang baru pertama kali dilakukan (disebut juga umratul Islam) atau umrah yang di lakukan karena nadzar.

4. Apa yang dimaksud umrah sunat?

Umrah sunat adalah umrah yang dilaksana- kan untuk yang kedua kali dan seterusnya, bukan karena nadzar.

5. Apa benar melaksanakan umrah 7 (tujuh) kali sama pahalanya dengan melaksanakan ibadah haji 1 (satu) kali?

Tidak benar, karena tidak ada dalil yang mengatakan demikian.

6. Apa boleh melakukan umrah berkali-kali sebelum wukuf?

Diperbolehkan melakukan umrah berkali-kali sebelum wukuf, namun untuk menjaga kondisi kesehatan dalam rangka persiapan wukuf sebaiknya tidak melakukan umrah berkali-kali sebelum wukuf, mengingat Rasulullah SAW melakukan umrah 4 (empat) kali dalam 4 (empat) tahun yang berbeda.

C. Ihram dan Mīqāt

1. Apa yang dimaksud dengan ihram?

Ihram adalah niat masuk (mengerjakan) dalam ibadah haji dan umrah dengan menghindari hal-hal yangdilarangselama berihram.

2. Di mana dimulai ihram haji dan umrah bagi jemaah haji Indonesia?

a) Bagi jemaah haji gelombang I, mīqāt ihram- nya di Bir Ali (Dzul Hulaifah).
b) Bagi jemaah haji gelombang II, mīqāt ihramnya:

1. Asrama Haji Embarkasi di Tanah Air. Bagi yang berihram semenjak di Asra- ma Haji Embarkasi, baginya berlaku semua ketentuan dan larangan berihram selama menempuh perja- lanan menuju Jeddah antara 8-11 jam, sampai tahallul.
2. Di atas pesawat udara sebelum melintas di atas/berada pada garis sejajar dengan Yalamlam/Qarnul Manazil atau;
3. Di Bandar Udara King Abdul Azis Jeddah, sesuai dengan Keputusan Komisi Fatwa MUI tanggal 28 Maret 1980 yang dikukuhkan kembali tanggal 19 September 1981 tentang Mīqāt Haji dan Umrah.

3. Bagaimana bentuk pakaian ihram bagi laki-laki dan perempuan?

Pakaian ihram bagi laki-laki adalah dua helai kain yang tidak berjahit; satu helai dipakai sebagai sarung dan satu helai sebagai selendang (disandangkan di bahu). Pakaian ihram tersebut bagi laki-laki disunatkan berwarna putih, sedangkan bagi perempuan adalah pakaian biasa yang menutup seluruh badan, tetapi harus terbuka bagian muka dan kedua telapak tangannya.

4. Apa boleh dalam keadaan ihram menyembelih hewan ternak untuk keperluan makan?

Boleh, karena yang dilarang adalah berburudan membunuh binatang buruan darat yang halal serta binatang lain yang tidak membahayakan.

5. Apa saja yang dilarang selama dalam keadaan ihram?

Bagi laki-laki dilarang:
1. Memakai pakaian biasa.
2. Memakai kaos kaki atau sepatu yang menutupi mata kaki dan tumit.
3. Menutup kepala yang melekat seperti: topi atau peci dan sorban.

Bagi perempuan dilarang:
1. Menutup kedua telapak tangan dengan kaos tangan.
2. Menutup muka dengan cadar.

Larangan selama ihram bagi laki-laki dan pe- rempuan adalah:

1. Memakai wangi-wangian kecuali yang sudah dipakai di badan sebelum niat haji/umrah.
2. Memotong kuku dan mencukur atau mencabut rambut dan bulu badan.
3. Memburu dan menganiaya/ membunuh binatang dengan cara apapun, kecuali binatang yang membahayakan boleh dibunuh.
4. Menikah, menikahkan atau meminang perempuan untuk dinikahi.
5. Bercumbu atau bersetubuh.
6. Mencaci, bertengkar atau mengucapkan kata-kata kotor.

6. Apa saja ibadah yang boleh dilakukan oleh perempuan selama haid dalam ibadah haji?

Semua ibadah boleh dilakukan, kecuali shalat dan thawaf.

7. Apakah jemaah haji laki-laki atau perempuan yang sedang berihramboleh melepaskan pakaianihramnya?

Boleh, melepas pakaian ihramnya di tempat tertutup, seperti ketika berhajat di kamar mandi atau menggantikannya karena kotor. Apabila membuka pakaian ihram di tempat terbuka hukumnya haram, tetapi tidak kena dam.

8. Apakah boleh berihram haji/umrah sebelum sampai mīqāt?

Boleh berihram haji/umrah sebelum sampai mīqāt. Menurut Abu Hanifah hukumya lebih utama.

9. Apa hukumnya jika jemaah haji melewati mīqāt makānī tanpa berihramumrah/haji karena lupa atau tidak tahu?

Apabila jemaah haji melewati mīqāt makānī tanpa ihram umrah/haji, hukumnya wajib membayar dam isa’ah (dam kesalahan) atau mengambil cara lain, yaitu:

1. Kembali lagi ke mīqāt yang dilewati tadi, sebelum melaksanakan salah satu kegiatan ibadah umrah/haji.
2. Mengambil mīqāt haji yang terdekat dengan Tanah Haram, bukan Tan’im, Ji’ranah, dan Hudaibiyah, tetapi di Rabigh/ Jeddah.
3. Berniat ihram dari tempat dia teringat (menyadari). Cara ini dikenakan dam denda (dam isa’ah).

10. Apa hukumnya orang sakit yang dibawa ke kota Makkah, sebelumnya dia berkeinginan melaksanakan ibadah haji/ umrah?

Wajib memasuki kota Makkah dalam keadaan ihram, akan tetapi dianjurkan isytirath (ihram bersyarat). Apabila karena penyakitnya terpaksa tidak dapat menyelesaikan hajinya, maka boleh ia ber-tah}allul (melepas ihramnya) tanpa membayar dam, dan apabila akan melaksanakan hajinya nanti dia mengambil mīqāt dari rumah sakit atau rumah kediaman.

Niat ihram haji bersyaratadalah sebagai berikut:
ًٌَََََََََََََََُُِّّّّّّّْْْٰٰيْ ليك اللهم حجا ف ِإن حبس ِن حابِس اللهم فم ِحل
ََََُْْ حيث حبس ِن.

Artinya:
Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji. Tetapi jika aku terhalang oleh sesuatu, yaAllah,makaaku akanber-tahallulditempat aku terhalang itu.

Apabila penyakitnya tidakmemungkinkan untuk melaksanakan ibadah (thawaf-sa’i), maka dianjurkan tidak perlu diihramkan dengan niat kepergian ke Makkah sebagai perawatan/pengobatan lanjutan (rujukan sakit).

11. Apa hukumnya membuka kain ihram jemaah haji sakit karena alasan perawatan?

Boleh karena darurat. Pada saat sudah me- mungkinkan, wajib mengenakan kembali kain ihramnya tanpa dam dan tidak perlu niat (ihram) lagi. Apabila tidak memungkinkan memakai kain ihram, boleh melaksanakan hajinya tanpa kain ihram, akan tetapi dikenakan dam.

12. Apakah perbedaan antara jemaah haji sakit yang memasuki kota Makkah untuk alasan pengobatan dalam keadaan ihram dan tidak?

Apabila jemaah haji sakit memasuki kota Makkah dengan keadaan ihram danmati dalam keadaan ihram, maka dia telah mendapatkan pahala hajinya, dan apabila memasuki kota Makkah tanpa ihram, maka dia mati bukan dalam keadaan berhaji (Hadis dari Ibnu Abbas).

13. Apakah hukumnya orang yang sudah ihram dari mīqāt, akan tetapi karena sesuatu hal terpaksa membatalkan ihramnya?

Hukumnya wajib membayar dam dengan memotong seekor kambing.

14. Apa yang dianjurkan setelah berihram dari mīqāt?

Setelah berihram, dianjurkan membaca talbiyah, shalawat, dan doa.

15. Apakah boleh membaca talbiyah sejak dari rumah kediaman, di perjalanan, dan di Asrama Haji Embarkasi?

Boleh, hanya saja tidak disertai niat ihram haji/ umrah. Pendapat lain mengatakan, belum boleh karena talbiyah merupakan bagian dari ihram.

16. Mana yang lebih afdal (utama)membaca talbiyah,doa,danzikir dengan suara keras atau pelan (sir)?

Membaca doa dan zikir diutamakan dengan sir (suara tidak nyaring). Tetapi membaca talbiyah bagi laki-laki diutamakan dengan bersuara keras/ nyaring (jahr), sedangkan bagi perempuan dengan sir.

17. Apa hukumnya memotong/mencukur/ mencukur rambut, memotong kuku, atau memakai wangi-wangian dalam keadaan ihram?

Hukumnya dilarang, memotong/mencukur/ mencabut rambut. Memotong kukuataumemakaiwangi- wangiandalam keadaan ihram wajib membayar fidyah (denda), dengan memilih salah satu diantara tiga, yaitu menyembelih seekor kambing atau bersedekah kepada 6 (enam) orang fakir miskin masing-masing 1/2 s}a’ (2 mud = 1 1/2 kg) beras makanan pokok atau berpuasa tiga hari.

18. Apakah boleh berbicara dengan kata-kata kotor (keji) atau berbuat fasiq sewaktu melakukan ibadah haji?

Tidak diperbolehkan, dan apabila hal itu dilakukan hajinya sah, tidak membayar dam/fidyah, akan tetapi menggugurkan pahala hajinya.

19. Apakah boleh laki-laki yang sedang berihram menutup kepala dengan payung?

Boleh, menutup kepala dengan sesuatu yang tidak menempel di kepala, seperti payung.

20. Apakah boleh jemaah haji yang sedang berihram memakai jam tangan, cincin atau sabuk?

Boleh, jemaah haji yang sedang berihram memakai jam tangan, cincin, dan sabuk, karena peralatan tersebut tidak termasuk pakaian.

21. Apakah boleh jemaah haji yang sedang ihram menggunakan pasta gigi, sabun mandi,membunuh nyamuk dan lalat?

Boleh dan tidak kena dam, karena bertujuan untuk kebersihan gigi dan merawat kesehatan (tidak untuk wangi-wangian). Demikian juga diperbolehkan membunuh nyamuk, lalat, dan binatang lain yang mengganggu.

22. Apa hukumnya menyisir rambutdalam keadaan ihram?

Boleh, apabila berkeyakinan tidak akan meron- tokkan rambutnya, akan tetapi sebaiknya dihindari.

23. Apakah boleh suami-istri yang sudah menyelesaikan umrah bagi haji tamattu’ bersetubuh ( jima’)?

Boleh, apabila sudah menyelesaikan tawaf, sa’i dan cukur.

24. Apakah boleh suami-istri yang sedang menunaikan ibadah haji bersetubuh (jima’)?

Boleh, apabila tidak sedang dalam keadaan ihram dan sudah tah}allul tsani.

25. Apa yang dimaksud mīqāt makānī?

Mīqāt makānī adalah tempat yang dijadikan batas untuk memulai ihram haji/umrah.

26. Di mana letak mīqāt makānī itu?

Letak mīqāt makānī ada 5 (lima) tempat, yaitu:

1. Zulhulaifah (Bir Ali), tempat mīqāt-nya bagi
2. Juhfah, mīqāt-nya penduduk Syam dan yang melewatinya.
3. Qarnul Manazil (as-Sail), mīqāt-nya penduduk Najad dan yang melewatinya.
4. Yalamlam, mīqāt-nya penduduk Yaman dan yang melewatinya.
5. Zatu Irqin, mīqāt-nya penduduk Iraq dan yang melewatinya.

Tempat-tempat tersebut di atas telah dite- tapkan oleh Rasulullah SAW sebagai mīqāt makānī untuk berhaji/umrah bagi penduduk dan bagi setiap orang yang melewatinya walaupun bukan termasuk penduduknya.

27. Di manakah letak mīqāt makānī jemaah haji Indonesia?

Letak mīqāt makānī bagi jemaah haji Indo- nesia gelombang I yang datang dari Madinah adalah Zulhulaifah (Bir Ali). Sedangkan jemaah haji Indonesia gelombang II yang langsung ke Makkah, mīqāt makānīnya adalah di atas udara sejajar dengan Yalamlam/Qarnul Manazil. Apabila dianggap sulit, dapat dilaksanakan di Asrama Haji Embarkasi atau setelah sampai di Bandar Udara internasional King Abdul Aziz (KAIA) Jeddah.

28.Apakah Tan’im, Ji’ranah, dan Hudaibiyah itu Mīqāt Haji?

Tan’im, Ji’ranah dan Hudaibiyah bukan mīqāt haji. Ketiganya adalah mīqāt umrah bagi penduduk Makkah atau bagi orang yang mukim (tinggal) di Makkah, termasuk jemaah haji yang akan melaksanakan umrah.

D. Thawaf

1. Apa yang dimaksud thawaf?

Thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 (tujuh) kali putaran dengan berjalan kaki, di mana Ka’bah selalu berada di sebelah kirinya, dimulai dan diakhiri pada arah sejajar dengan Hajar Aswad. Bagi yang uzur boleh menggunakan kursi roda yang tawafnya dilakukan di lantai 2, lantai 3 dan lantai 4, atau skuter matik yang tersedia di tempat khusus di lantai tiga.

2. Apakah setiap orang yang masuk Masjidil Haram harus thawaf sunah?

Tidak harus thawaf, hanya saja bila memung- kinkan dapat melaksanakan thawaf sebagai pengganti shalat sunat tahiyyatul masjid.

3. Apakah setiap orang melakukan thawaf harus suci dari hadas\ besar atau kecil?

Ya, setiap orang yang melakukan thawaf harus suci dari hadas\ besar dan hadas\ kecil.

4. Apakah jemaah haji yang batal wudunya harus mengulangi thawafnya?

Wajib berwudu dan mengulang putaran tawaf yang batal dari arah sejajar Hajar Aswad/mulai thawaf. Sementara putaran tawaf sebelumnya sah.

5. Apakah orang yang thawaf harus menghentikan thawafnya apabila datang waktu shalat wajib yang dilakukan berjamaah?

Apabila datang waktu shalat wajib yang dilakukan berjamaah, maka bagi yang thawaf harus menghentikan thawafnya untuk mengikuti shalat berjamaah lebih dahulu dan putaran thawaf yang masih tersisaditeruskansetelahselesaishalatdari tempat di mana ia mulai niat memasuki barisan/saf shalat.

6. Wajibkah menghadap sepenuh badan ke Ka’bah ketika akan memulai thawaf?

Menghadap sepenuh badan ke Ka’bah ketika akan memulai thawaf tidak wajib, tetapi disu- nahkan apabila keadaan memungkinkan. Jika tidak memungkinkan cukup dengan memiringkan badan dan menghadap muka ke arah Ka’bah serta melambaikan tangan dan mengecupnya sambil mengucapkan: BismillāhiWallāhu Akbar.

7. Apakah disunahkan mengusap atau isyarat pada waktu melewati Rukun Yamani?

Disunahkan istilam/melambaikan tangan ke arah Rukun Yamani dan tangannya tidak usah dikecup.

8. Apa hukumnya ramal (lari-lari) bagi laki- laki pada putaran thawaf ke 1 s.d. 3?

Disunahkan bila situasinya memungkinkan. Namun tidak disunahkan bagi perempuan.

9. Apa yang dimaksud shalat sunat thawaf?

Shalat sunat thawaf adalah shalat 2 (dua) rakaat yang dilakukan setelah selesai thawaf.

10. Di manakah melaksanakan shalat sunat thawaf?

Shalat sunat thawaf dilakukan di belakang Maqam Ibrahim. Bila tidak mungkin, maka dilakukan di mana saja, baik di dalam maupun di luar Masjidil Haram, dan baik di Tanah Haram maupun di luar Tanah Haram.

11. Apakah setiap thawaf harus diikuti dengan sa’i?

Tidak semua thawaf harus diikuti dengan sa’i, seperti thawaf sunat.

12. Ada berapa macam thawaf yang diikuti sa’i?

Ada tiga macam:
a. Thawaf ifad}ah, yakni thawaf rukun haji bagi haji tamattu’ dan bagi haji ifrād atau haji qirān yang belum sa’i setelah waktu thawaf qudum.
b. Thawaf qudum bagi haji ifrād atau haji qirān.
c. Thawaf umrah.

13. Ada berapa macam thawaf itu?

Thawaf ada 5 (lima) macam, yaitu:
a. Thawaf qudum
b. Thawaf rukun (ifad}ah dan umrah)
c. Thawaf sunat
d. Thawaf wada’
e. Thawaf nadzar

14. Apakah batal wudunya apabila laki-laki dan perempuan bersentuhan badan ketika tawaf?

Persentuhan kulit laki-laki dan wanita ajnabi menurut madzhab Syafi’i mengakibatkan batal wudhu. Namun menurut madzhab Maliki tidak membatalkan wudhu. Dalam kondisi semacam ini timbul permasalahan perpindahan madzhab (talfiq). Pada dasarnya perpindahan madzhab dibolehkan, karena dharurat syar’i.

Namun dalam hal wudhu maka talfiqnya dengan cara mengikuti imam Malik yaitu wudhunya menggosok-gosok anggota wudhu dan harus menyapu seluruh kepalanya.1 Karena itu, sebaiknya jemaah haji ketika hendak tawaf agar wudhunya mengikuti cara imam Malik.

15. Apakah yang dimaksud thawaf qudum?

Thawafqudumadalahthawafyangdilakukan oleh orang yang baru tiba di Makkah sebagaipenghormatan terhadap Ka’bah.
1 Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hal.106.

16. Apakah seseorang yang baru tiba di Makkah wajib melakukan thawaf qudum?

Hukum tawaf qudum adalah sunat, Namun bagi yang melakukan haji tamattu’, thawaf qudum-nya sudah termasuk dalam thawaf umrahnya.

17. Apa yang dimaksud dengan thawaf ifadah?

Thawaf ifadah adalah thawaf rukun haji, dikenal juga dengan thawaf shadr (inti) atau thawaf ziarah.

18. Apa hukum thawaf ifadah?

Hukumnya adalah sebagai salah satu rukun haji dan apabila tidak dikerjakan, maka tidak sah hajinya.

19. Kapan waktu melaksanakan thawaf ifadah?

Thawaf ifadah dikerjakan setelah lewat tengah malam hari Nahr (tanggal 10 Dzulhijjah) sampai kapan saja, tetapi dianjurkan di hari-hari Tasyriq atau masih dalam bulan Dzulhijjah. Bahkan bagi seseorang yang karena ada halangan tertentu dapat melaksanakan kapan saja tidak ada batas waktunya.

20. Bagaimana ketentuan orang yang telah selesai semua amalan hajinya kecuali thawaf ifadah?

Orang tersebut baru tahallul awwal, belum tahalul tsani, sehingga masih terkena larangan bersetubuh.

21. Apakah yang dimaksud thawaf umrah?

Thawaf umrah adalah thawaf yang dikerjakan setiap melakukan umrah wajib atau umrah sunat.

22. Apakah yang dimaksud dengan thawaf sunah?

Thawaf sunat adalah thawaf yang dilakukan setiap saat ketika seseorang berada dalam Masjidil Haram tidak diikuti dengan sa’i dan yang bersangkutan mengenakan pakaian biasa.

23. Apakah yang dimaksud thawaf wada’?

Thawaf wada’ adalah thawaf pamitan yang dilakukan oleh setiap orang yang telah selesai melakukan ibadah haji/umrah dan akan meninggalkan kota Makkah.

24. Apakah hukum thawaf wada’?

Hukum thawaf wada’ adalah wajib bagi setiap orang yang akan meninggalkan kota Makkah. Menurut pendapat Imam Malik, hukumnya mustah}ab (dianjurkan).

25. Kapankah thawaf wada’ dilakukan?

Thawaf wada’ dilakukan setelah selesai melak- sanakan ibadah haji/umrah pada waktu akan meninggalkan kota Makkah, baik akan pulang ke Tanah Air atau akan ziarah ke Madinah, yang tidak akan kembali lagi ke Makkah.

26. Apakah boleh jemaah haji yang telah melakukan thawaf wada’ kembali ke Hotel?

Boleh, jemaah haji yang telah melakukan thawaf wada’ kembali ke Hotel untuk sesuatu keperluan, seperti untuk mengambil barang atau membuang hajat, menunggu bis atau menghindari terik panas matahari.

27. Bolehkah setelah tawaf wada’ tidur di hotel dan harus langsung keluar dari Makkah ?

Boleh, selama dia tidak mukim di Makkah. Seseorang dianggap mukim, sebagaimana berlaku dalam ketentuan sholat jamak dan qashar, menurut Imam Malik, Syafi’i, Abu Tsaur dan Ahmad, adalah 4 hari. Bahkan menurut Abu Hanifah, selama tidak bermaksud menetap di Makkah, dia tidak mengulang tawafnya, meskipun masih tinggal di Makkah selama satu tahun.

28. Apakah hukumnya jemaah haji yang haid/nifasnya berhenti sementara, lalu dia bersuci(mandi)danmelakukanthawaf?

Thawaf yang dilakukan jemaah tersebut sah dan tidak dikenakan dam, sekalipun setelah mengerjakan amalan tersebut darah haidl/nifasnya keluarlagi.

29. Apa hukumnya melakukan thawaf wada’ bagi perempuan yang sedang haid/nifas?

Tidak wajib, cukup berdoa di depan pintu Masjidil Haram, dan tidak dikenakan dam.

30. Apa hukumnya thawaf wada’ bagi jemaah haji yang sakit berat?

Tidak wajib dan tidak dikenakan dam.

31. Siapakah saja yang boleh meninggalkan thawaf wada’?

a. Jemaah haji wanita yang sedang haidh
b. Wanita yang nifas, istihadahah (keluar darah penyakit secara terus menerus)
c. Orang yang beser
d. Anak kecil
e. Orang yang lemah
f. Orang yang terkena luka sehingga darah terus keluar
g. Orang yang takut dari perbuatan orang dzalim
h. Orang yang takut tertinggal rombongan

E. Munajat di Multazam, shalat di belakang Maqam Ibrahim, dan shalat di Hijir Ismail

1. Apa yang dimaksud dengan munajat?

Munajat adalah mencurahkan isi hati, berserah diri untuk mendekatkan diri kepada Allah.

2. Di manakah letak Multazam?

Multazam adalah tempat yang terletak antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah.

3. Apa hukumnya munajat di Multazam?

Hukumnya adalah sunat apabila keadaan memungkinkan.

4. Bagaimana cara munajat di Multazam?

Munajat di Multazam dapat dilaksanakan de- ngan merapatkan badan di Multazam apabila memungkinkan, kalau tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dengan cara mengambil tempat persis di depan Multazam atau tempat yang searah dengan Multazam.

5. Kapan munajat di Multazam dilaksanakan?

Munajat di Multazam disunatkan setelah thawaf sertadapatdilakukankapansaja.

6. Apa dan di mana letak Maqam Ibrahim?

Maqam Ibrahim adalah batu tempat berpijak Nabi Ibrahim AS. pada saat membangun Ka’bah dan terletak antara Rukun Hajar Aswad dan Rukun Syami, berbentuk sangkar burung dan di atas batu tersebut ada bekas telapak kedua kaki Nabi Ibrahim AS.

7. Apa saja ibadah yang dapat dilaksanakan di Maqam Ibrahim?

Di belakang Maqam Ibrahim dapat melakukan shalat sunat thawaf dan berdoa.

8. Kapan waktunya shalat sunat di belakang Maqam Ibrahim dilakukan?

Shalat sunat di belakang Maqam Ibrahim dapat dilakukan setelah selesai thawaf, kecuali pada waktu datang shalat fardu.

9. Apa dan dimana letak Hijir Ismail itu?

Hijir Ismail adalah bagian bangunan dari Ka’bah yang terletak antara Rukun Syami dan Rukun Iraqi yang ditandai dengan tembok berbentuk setengah lingkaran.

10. Apa saja ibadah yang dapat dilaksanakan di dalam Hijir Ismail?

Di dalam Hijir Ismail merupakan tempat mustajab, di sini dapat melakukan shalat sunat, berdzikir dan berdoa. Shalat sunat di Hijir Ismail tidak ada kaitannya dengan thawaf, dapat dilakukan kapan saja.

11. Apa keutamaan shalat di Hijir Ismail?

Keutamaan shalat di Hijir Ismail adalah sama dengan shalat di dalam Ka’bah.

12. Kapan shalat sunat di dalam Hijir Ismail dilakukan?

Shalat sunat dapat dilakukan kapan saja, kecuali pada waktu datang shalat fardu.

F. Sa’i

1. Apa yang dimaksud sa’i?

Sa’i ialah berjalan dimulai dari bukit s}afa ke bukit Marwah dan sebaliknya, sebanyak 7 (tujuh) kali perjalanan, yang berakhir di bukit Marwah (perjalanan dari bukit s}afa ke bukit Marwah dihitung satu kali dan jugadaribukitMarwahkesa} fadihitungsatukali).Bagi yang uzur boleh menggunakan kursi roda yang sa’inya dilakukan di lantai 2, lantai 3 dan lantai 4, atau skuter matik yang tersedia di tempat khusus di lantai tiga.

2. Apakah jemaah haji yang melakukan sa’i wajib suci dari hadas besar atau hadas kecil?

Jemaah haji yang melakukan sa’i tidak wajib suci dari hadas besar atau kecil, tetapi disunatkan suci dari hadas\besar atau kecil.

3. Apakah disyaratkan naik ke atas bukit safa/Marwah waktu sa’i?

Tidak disyaratkan. Jika keadaan memungkinkan naik ke atas bukit safa/Marwah, tetapi apabila sulit, maka cukup sampai di kaki bukit saja.

4. Apa hukum lari-lari kecil antara dua pilar/ lampu hijau?

Bagi laki-laki disunatkan lari-lari kecil antara dua pilar/lampu hijau. Sedangkan bagi perempuan tidak disunatkan, cukup mempercepat langkahnya.

5. Apakah dianjurkan mengangkat kedua tangan sambil takbir ketika berada di safa atau Marwah?

Tidak dianjurkan mengangkat kedua tangan sambil takbir menghadap Ka’bah waktu sa’i. Tetapi yang dianjurkan adalah mengangkat kedua tangan untuk berdoa sambil menghadap Ka’bah.

6. Apakah orang yang sedang sa’i harus menghentikan sa’i-nya apabila datang waktu shalat wajib yang dilakukan berjamaah?

Bagi yang berpendapat, shalat wajib berjamaah fard}u ‘ain, berhenti dari sa’i dan dilanjutkan kembali setelah selesai shalat berjamaah. Sedangkan bagi yang berpendapat fard}u kifayah, sa’i boleh diteruskan apabila kondisi memungkinkan.

7. Apakah ada sa’i sunat?

Tidak ada sa’i sunat.

8. Apa yang harus dikerjakan setelah selesai melakukan sa’i dalam rangkaian umrah?

Hal yang harus dikerjakan setelah selesai mela- kukan sa’i adalah mencukur atau memotong rambut (ber-tah}allul).

9. Apa setiap sa’i diakhiri dengan mencukur atau memotong rambut?

Iya, semua sa’i diakhiri dengan cukur, kecuali :
a. Jemaah haji ifrad atau qiran yang memilih melakukan sa’i setelah tawaf qudum, sebab pada saat itu dia masih dalam keadaan ihram dan berlaku semua larangan ihram.
b. Jemaah haji yang melakukan sa’i setelah tawaf ifadhah, apabila sudah bercukur pada saat di Mina (sudah tahallul awwal).

10. Bagaimana jika jemaah haji ragu-ragu dalam hitungan thawaf atau sa’i?

Dia harus berpegang pada hitungan yang lebih kecil.

11. Bagaimana jika jemaah haji memulai sa’i-nya dari Marwah?

Sah sa’inya, tetapi harus menambah satu per- jalanan lagi, sehingga berakhir di Marwah.

G. Wukuf

1. Kapan waktu wukuf dan berapa lama melakukannya?

Waktu wukuf pada hari Arafah mulai dari setelah tergelincir matahari (ba’da zawal) 9 Dzulhijjah sampai dengan terbit fajar 10 Dzulhijjah. Wukuf dinilai sah, walaupun dilaksanakan hanya sesaat selama dalam rentang waktu tersebut, akan tetapi diutamakan men- dapatkan sebagian waktu siang dan waktumalam.

2. Apa yang dilakukan jemaah haji pada masa persiapan wukuf 8 s.d. 9 Dzulhijjah?

Pada 8 Dzulhijjah jemaah haji berpakaian ihram dan niat haji bagi yang berhaji tamattu’ di hotel masing- masing. Jemaah haji ifrād dan qirān tidak niat haji lagi karena masih dalam keadaan ihram sejak dari mīqāt saat tiba. Selanjutnya semua jemaah berangkat ke Arafah. Pada 9 Dzulhijjah, bagi jemaah haji yang telah berada dalam kemah masing-masing menanti saat wukuf yaitu setelah tergelincir matahari (ba’da zawāl) sambil berzikir dan berdoa.

3. Apa yang harus dilakukan oleh jemaah haji pada waktu wukuf?

Jemaah haji yang sedang melakukan wukuf dianjurkan untuk memperbanyak membaca talbiyah, zikir yang diselingi dengan membaca doa serta memperbanyak membaca al-Qur’an, istighfar, dan tahlil serta shalawat.

4. Apakah membaca doa tersebut dilakukan sendiri-sendiri?

Boleh membaca doa sendiri-sendiri atau bersama- sama (berjamaah).

5. Apakah jemaah haji yang melakukan wukuf disyaratkan suci dari hadas\ besar atau kecil?

Jemaah haji yang melakukan wukuf tidak disyaratkan suci dari hadas besar atau kecil. Dengan demikian,wukuf bagi jemaah haji yang sedang haidl, nifas, junub, dan hadas kecil adalah sah.

6. Apakah wukuf itu harus di luar tenda?

Wukuf boleh di mana saja di luar atau di dalam tenda, selama berada di dalam area tanah Arafah.

7. Apakah sah hukumnya wukuf orang yang tidak sadarkan diri (pingsan)?

Menurut Imam Malik, sah wukufnya orang yang tidak sadarkan diri selama orang tersebut dalam keadaan ihram. Sedangkan menurut Imam Hanafi, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali tidak sah.

8. Apa tata cara melaksanakan shalat jama’ qasar Żuhur dan As}ar di Arafah sama halnya dengan di tempat lain?

Sama saja, tidak ada perbedaan.

H. Mabit di Muzdalifah

1. Kapan dan berapa lama jemaah haji mabit di Muzdalifah?

Mabit di Muzdalifah waktunya mulai setelah Maghrib sampai terbit fajar 10 Dzulhijjah dan boleh sesaat asal sudah lewat tengah malam.

2. Apakah jemaah haji boleh tidak mabit di Muzdalifah?

Bagi Jemaah yang sehat wajib Mabit di Muzdalifah tetapi bagi yang sakit dan yang mengurus orang sakit atau pun yang mengalami kesulitan (masyaqqah) boleh tidak Mabit diMuzdalifahdantidakdikenakandam.

3. Seberapa besar batu kerikil yang dipergunakan untuk melontar jamrah?

Batu kerikil yang dipergunakan untuk melontar jamrah kira-kira sebesar kelereng (gundu).

4. Apakah di Muzdalifah sudah disiapkan kantong kerikil oleh maktab?

Ya, maktab menyiapkan kantong kerikil dengan jumlah yang cukup untuk melontar seluruh jamrah dan dibagikan di tempat mabit. Namun jika jemaah tidak mendapat jatah pembagian atau tetap ingin mengambil kerikil sendiri, jemaah dapat mencari kerikil di tempat mabit.

5. Berapa butir kerikil yang diambil di Muzdalifah?

a. Jemaah bisa mengambil 7 (tujuh) butir batu kerikil untuk melontar Jamrah Aqabah. Sedangkan untuk melontar jamrah pada hari- hari Tasyriq boleh diambil di Mina.
b. Boleh mengambil yaitu 49 (empat puluh sembilan) butir bagi yang nafar awwal
c. Boleh mengambil 70 (tujuh puluh) butir bagi yang akan nafar tsani.

6. Apakah batu kerikil yang akan digunakan untuk melontar jamrah harus dicuci lebih dahulu?

Tidak harus dicuci lebih dahulu.

7. Kapan jemaah haji boleh meninggalkan tapal batas Muzdalifah?

Jemaah haji baru boleh meninggalkan tapal batas akhir Muzdalifah apabila telah lewat tengah malam.

8. Bagaimana cara menghitung waktu tengah malam di Arab Saudi?

Pertengahan malam di Arab Saudi bukan pukul 00.00 WAS tetapi waktu pertengahan antara waktu magrib dan waktu fajar (subuh).

Misalnya, apabila waktu Maghrib jatuh pukul 18.55 dan waktu Subuh 04.35, berarti lama malam adalah 9.5 jam. Dengan demikian, separuh malam adalah 9.5 /2 = 4 jam 45 menit. Dengan demikian, perhitungan tengah malamnya adalah pukul 18.55 + 4 jam 45 menit = pukul 11.40 menit. Jadi lewat tengah malam adalah pukul 11.40 lebih 1 detik.

I. Melontar Jamrah

1. Apa yang dimaksud melontar jamrah?

Melontar jamrah adalah melontar marma (tem- pat melontar) dengan batu kerikil pada hari Nah}r dan hari Tasyriq.

2. Di mana letak Jamrah Ula, Wust}a dan dan Aqabah?

a. Jamrah Ūlā (pertama) adalah jamrah yang terletak dekat dari arah Haratullisan.
b. Jamrah Wusta} adalah jamrah yang kedua (yang terletak di tengah-tengah antara Jamrah (Ūlā) dan Jamrah (Aqabah).
c. Jamrah Aqabah adalah jamrah yang terletak di perbatasan antara Mina dan Makkah.

3. Kapan waktu melontar jamrah?

Waktu melontar jamrah sebagai berikut:

a. Melontar Jamrah Aqabah pada hari nahr 10 Dzulhijjah sebagai berikut:

1. Waktu afdal (utama) setelah terbit matahari hari nah}r. Untuk menjaga keselamatan bagi jemaah agar menghindari waktu asdaliyah, karena waktu tersebut sangat beresiko/berbahaya.
2. Waktu ikhtiar, siang hari sampai terbenam matahari (ghurub).
3. Waktu jawaz, setelah lewat tengah malam 10 Dzulhijjah hingga terbit fajar 14 Dzulhijjah.
4. Melontar Jamrah Aqabah 10 Dzulhijjah, sebaiknya dilakukan lewat tengah malam sampai dengan pukul 05.00 pagi, atau pukul 14.00 sampai dengan pukul 18.00 atau memilih waktu malam dari pukul 18.00 sampai dengan pukul 24.00. Hindari memilih waktu melontar antara pukul 05.00 pagi sampai dengan 12.00 siang, karena sangat padat dan berisiko tinggi.

b. Melontar jamrah pada hari-hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah) waktunya adalah:

a. Waktu afdal: ba’da zawāl, (setelah tergelincirnya matahari).
b. Waktu ikhtiar: sore hari sampai malam.
c. Waktu jawaz (diperbolehkan): yaitu selain waktu afd}al dan ikhtiar dimulai dari terbit fajar hari bersangkutan.

4. Kapan waktu yang dilarang untuk melontar jamrah oleh pemerintah Arab Saudi?

Ketentuan waktu larangan lontar jamrah ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dan akan diinformasikan kepada jemaah haji sebelum pelaksanaan wukuf melalui ketua kloter.

5. Apakah 7 (tujuh) batu kerikil boleh sekaligus dilontarkan untuk satu jamrah?

Tidak boleh melontarkan 7 (tujuh) batu kerikil sekaligus untuk satu jamrah, jika melontar 7 (tujuh) batu kerikil sekaligus untuk satu jamrah, maka dihitung hanya satu lontaran.

6. Apakah melontar ketiga jamrah itu harus tertib dari Ūlā, Wust}a, dan Aqabah?

Harus tertib dari Ūlā, Wusta, dan Aqabah. Apabila tidak tertib, maka harus diulang dari awal.

7. Apakah melontar jamrah boleh diwakilkan kepada orang lain?

Melontar jamrah tidak boleh diwakilkan, kecuali karena uzur, baik karena sakit atau karena masyaqqah (kesulitan yang berat).

8. Bagaimana cara mewakili melontar jamrah?

Cara mewakili melontar jamrah dilakukan dengan melontar setiap jamrah untuk diri sendiri, kemudian untuk yang diwakili pada tempat yang sama. Tidak diharuskan bagi yang mewakili menyelesaikan lontaran 3 (tiga) jamrah untuk dirinya, karena tidak ada dalil yang mewajibkannya.

9. Apakah melontar jamrah boleh di akhirkan (ditunda) lontarannya pada hari berikut?

Boleh, apabila ada alasan-alasan darurat syar’iy, seperti sakit, petugas yang mengurus orang sakit, dan lain-lain.

10. Bagaimanacaramelontarjamrahsebagaipenggantipelontaran yangtertunda?

Caranya adalah dimulai dari Jamrah Ūlā, Wust}a, dan Aqabah secara sempurna sebagai lontaran untuk hari pertama. Kemudian mulai lagi dari Jamrah Ūlā, Wust}a, dan Aqabah untuk hari kedua. Selanjutnya, mulai lagi dari Jamrah Ūlā, Wust}a dan Aqabah untuk hari ketiga.

11. Apa hukumnya bagi orang yang meninggalkan lontaran Jamrah Aqabah pada 10 Dzulhijjah dan hari-hari Tasyriq?

Hukumnya adalah:
a. Bagi yang tidak mengerjakan Jamrah Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka dikenakan dam seekor kambing.
b. Bagi orang yang meninggalkan 1 (satu) kali lontaran (1 hari/1 jamrah/1 batu) dikenakan denda dengan memberikan makanan pokok sebanyak satu mud (sekitar 3⁄4 kg) dan bagi yang meninggalkan 2 (dua) kali lontaran dikenakan dua mud (sekitar 1 1⁄2 kg) kepada fakir miskin.
c. Bagi yang meninggalkan 3 (tiga) kali lontaran atau lebih, dikenakan dam seekor kambing.
d. Bagi orang yang meninggalkan semua lontaran hari-hari Tasyriq dikenakan dam seekor kambing.

12. Kapankah waktu yang dibolehkan melontar Jamrah Aqabah, apabila terlambat tiba di Mina dari Arafah?

Setiba di Mina langsung melontar Jamrah Aqabah.

J. Mabit di Mina dan Nafar

1. Apa yang dimaksud mabit di Mina?

Mabit di Mina adalah bermalam di Mina pada hari-hari Tasyriq (malam tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

2. Apa hukum Mabit di Mina?

Menurut jumhur ulama hukumnya wajib, sadangkan menurut mazhab Hanafi hukumnya sunnah.

3. Kapan dan berapa lama Mabit di Mina?

Mabit di Mina dilaksanakan pada hari-hari Tasyriq, yaitu malam 11, 12, dan malam 13 Dzulhijjah. Bagi yang mengambil nafar awwal mabit di Mina pada malam 11 dan 12 Dzulhijjah dan yang mengambil nafar tsani mabit di Mina malam 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

4. Apakah Mabit di Mina harus dimulai sejak waktu Maghrib (sesudah matahari terbenam)?

Tidak harus dimulai dari waktu Maghrib asal bisa berada di Mina melebihi separuh malam (mu’żamul lail) dengan hitungan malam dimulai dari maghrib hingga subuh.

5. Apa yang harus dilakukan apabila tidak mabit di Mina pada seluruh hari Tasyriq?

Apabila tidak mabit di Mina pada seluruh hari Tasyriq, maka wajib membayar dam (satu ekor kambing). Tetapi apabila tidak mabit di Mina hanya satu malam atau dua malam, maka harus diganti dengan denda, yaitu satu malam satu mud (3⁄4 kg beras/makanan pokok), dua malam dua mud (1 1⁄2 kg beras/makanan pokok), tiga malam, membayar dam seekor kambing.

6. Apakah yang dilakukan jemaah haji apabiladari Arafah yang seharusnya ke Mina, tersesat ke Makkah?

Jemaah haji yang tersesat ke Makkah, menunggu sampai lewat tengah malam, kemudian melakukan thawaf ifad}ah, sa’i, dan bercukur. Dengan begitu, jemaah sudah tah}allul awwal. Kemudian menuju ke Mina untuk melontar Jamrah Aqabah. Setelah melontar jumrah aqabah berarti sudah tah}allul tsani. Selanjutnya jemaah melaksanakan mabit di Mina.

7. Bagaimana hukumnya Mabit jemaah haji di Mina atau di wilayah perluasan Mina?

Hukumnya adalah:

a. Hukum Mabit di Mina pada malam hari Tasyriq menurut sebagian besar mazhab Syafi’i, mazhab Maliki, dan sebagian ulama mazhab Hanbali serta fatwa MUI tahun 1981 adalah wajib dan bagi yang tidak mabit dikenakan dam. Namun ada sebagian dari mazhab Hanafi, sebagian Hanbali, sebagian mazhab Syafi’i, dan sebagian mazhab Żahiri berpendapat, bahwa mabit di Mina pada malam hari Tasyriq hukumnya sunat.

b. Mabit di perluasan kemah di kawasan per- luasan Mina hukumnya sah, seperti di Mina, sebagaimana pendapat para ulama Makkah dan para ulama lainnya, juga menurut ijtihad yang didasarkan pada keadaan darurat karena kondisi di Mina saat ini sudah penuh sesak dan kemah di perluasan Mina masih bersambung dengan perkemahan di Mina, sesuai dengan Keputusan Hasil Mużakarah Ulama Tentang Mabit di Luar Kawasan Mina, tanggal 10 Januari 2001.

c. Bagi yang berpendapat, mabit di Mina itu wajib dan perluasan kemah di Mina tidak sah untuk mabit, maka pelaksanaan mabitnya masuk ke wilayah Mina kemudian setelah mabit kembali ke kemahnya di perluasan Mina.

8. Apa yang dimaksud nafar awwal?

Nafar awwal adalah keberangkatan jemaah haji meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah setelah melontar 3 jamrah (bermalam di Mina 2malam) paling lambat sebelum matahari terbenam.

9. Apa yang dimaksud nafar tsani?

Nafar tsani adalah keberangkatan jemaah haji meninggalkan Mina pada tanggal 13 Dzulhijjah setelah melontar 3 jamrah (bermalam di Mina 3 malam).

10. Mana yang lebih utama nafar awwal atau nafar tsani?

Nafar awwal atau nafar tsani sama nilainya, yang membedakan adalah nilai ketaqwaanya. Rasulullah SAW melaksanakan nafar tsani.

K. Tahallul

1. Apa yang dimaksud tahallul?

Tahallul adalah keadaan seseorang yang sudah bebas (halal) dari ihramnya setelah menyelesaikan amalan-amalan manasik hajinya. Tahallul terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu: tah}allul awwal (pertama) dan tah}allul tsani (kedua).

2. Apa yang dimaksud tah}allul awwal?

Tahallul awwal adalah keadaan seseorang yang telah melakukan dua diantara kegiatan, yaitu :

a. Melontar Jamrah Aqabah dan menggunting/ mencukur rambut.
b. Thawaf ifdaah, sa’i, dan menggunting/ me- ncukur rambut.
c. Thawaf ifadah, sa’i, dan melontar Jamrah Aqabah.

3. Apa yang dimaksud tahallul tsani?

Tahallul tsani adalah yaitu keadaan seseorang Jemaah yang telah melakukan tiga kegiatan, yaitu melontar jamrah aqabah, memotong atau mencukur rambut, dan tawaf ifadhah serta sa’i.

4. Apa larangan yang masih berlaku bagi jemaahhajiyangsudah tah}allulawwal?

Perbuatan yang dilarang setelah tahallul awwal adalah bersetubuh (jima’).

5. Bagaimana cara memotong rambut?

a. Lebih afdhal bagi laki-laki mencukur habis (gundul), namun diperbolehkan memotong/ memendekkan rambut kepala atau sekurang- kurangnya memotong sebelah kanan, tengah, dan kiri.

b. Lebih afdhal bagi perempuan mengumpulkan rambutnya jadi satu kemudian memotong ujungnya atau sekurang-kurangnya tiga helai rambut sepanjang jari.

c. Baik laki-laki maupun perempuan boleh menggunting rambut sendiri atau dengan bantuan orang lain apabila ada hubungan mahram. Bila tidak ada hubungan mahram hukumnya haram.

6. Apa perbedaan antara tah}allul hajidan tahallul umrah?

Taha llul haji terdiri dari tahallul awwal dan tahallul tsani. Sedangkan tahallul umrah hanya satu tahallul saja.

7. Kapan rambut orang sakit (uzur) dipotong (dicukur) bagi yang melontar jamrahnya diwakilkan?

Menggunting rambut orang sakit dapat dilakukan sebelum maupun setelah pelaksanaan lontar jamrah Aqabah oleh orang yang mewakili. Hanya saja penting dicatat bahwa orang yang uzur belum berstatus tahallul awal sebelum memperoleh informasi kepastian pelaksanaan lontar jumrah aqabah dilakukan.

L. Dam

1. Apa yang dimaksud dengan dam?

Dam menurut bahasa artinya darah, sedang- kan menurut istilah adalah mengalirkan darah (menyembelih ternak, yaitu: kambing, unta atau sapi) dalam rangka memenuhi ketentuan manasik haji.

2. Ada berapa macam dam?

Dam terdiri dari dua macam, yaitu:
a. Dam Nusuk (sesuai ketentuan manasik) adalah dam yang dikenakan bagi orang yang mengerjakan haji tamattu’ atau Qiran (bukan karena melakukan kesalahan).

b. Dam Isa’ah adalah dam yang dikenakan bagi orang yang melanggar aturan atau melakukan kesalahan, yaitu:

1. Melanggar aturan ihram haji atau umrah.

2. Meninggalkan salah satu wajib haji atau umrah, yang terdiri dari:

a) Tidak berihram/niat dari Mīqāt.
b) Tidak mabit di Muzdalifah.
c) Tidak mabit di Mina.
d) Tidak melontar jamrah.
e) Tidak thawaf wada’.

3. Kapan hewan dam tamattu’ boleh disembelih?

Para ulama berbeda pendapat tentang waktu penyembelihan hewan untuk membayar dam haji tamattu’ sebagai berikut:

a. Madzhab Syafi’i membolehkan penyembelihan hewan dam setelah selesai umrah.

b. Madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali berpendapat penyembelihan hewan dilaksanakan setelah melontar jumrah aqabah pada 10 dzulhijjah.

4. Apa kelebihan membayar dam melalui bank?

Membayar dam dengan menyetorkan sejumlah uang ke bank sesuai nilai harga hewan yang hendak dipotong memiliki kelebihan berikut ini:

a. Bank penerima setoran dam adalah lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah kerajaan Arab Saudi sehingga akuntablitas kinerjanya bisa dipertanggungjawabkan

b. Memiliki lajnah thibbi, yang bertugas menyeleksi binatang yang memenuhi syarat untuk di jadikan hadyu

c. Memiliki lajnah syar’i/fiqhi, yang bertugas mengawasi dan memastikan keabsahan penyembelihan, distribusi dan lainnya yang berkaitan dengan aspek fiqih

d. Harga standart sehingga mendapat jaminan keamanan dari resiko unsur bisnis tak wajar dan unsur penipuan.

e. Mencapai target tepat sasaran dalam distribusi daging.

f. Menumbuhkan solidaritas sosial dan menciptakan kemaslahatan yang lebih luas.

5. Apa perbedaan antara qurban dan penyembelihan dam?

Qurban adalah sembelihan yang berkaitan dengan hari qurban dan hari Tasyriq, yang disunatkan untuk seluruh umat Islam, baik yang sedang melaksanakan haji maupun tidak dan dapat dilaksanakan di mana saja termasuk di Tanah Air. Sedangkan dam adalah sembelihan yang berkaitan dengan amalan manasik haji, baik karena ketentuan manasik haji, seperti tamattu’ dan qirān maupun karena pelanggaran dan harus dilaksanakan di Tanah Haram.

6. Apa yang harus dilakukan apabila tidak sanggup membayar dam?

a. Apabila jemaah haji melakukan haji tamattu’ atau qirān, tetapi tidak sanggup membayar dam dengan seekor kambing, maka wajib mengganti dengan puasa 10 (sepuluh) hari dengan ketentuan: 3 (tiga) hari dilakukan selama ibadah haji di Makkah dan 7 (tujuh) hari dilakukan sesudah kembali ke Tanah Air. Bila tidak mampu puasa 3 (tiga) hari semasa haji di Tanah Suci, maka harus melaksanakan puasa 10 (sepuluh) hari di Tanah Air, dengan ketentuan: 3 (tiga) hari pertama dilakukan sebagai pengganti kewajiban berpuasa 3 (tiga) hari pada waktu melaksanakan haji di Makkah, kemudian berpuasa 7 (tujuh) hari sebagai kewajiban setelah tiba di Tanah Air dengan memisahkan antara kedua puasa tersebut, minimal 4 (empat) hari.

b. Bila sengaja melanggar larangan ihram, seperti mencukur rambut, memotong kuku, memakai wangi-wangian, memakai pakaian biasa bagi laki-laki, menutup muka, memakai sarung tangan bagi perempuan, setiap pelanggaran boleh memilih membayar dam seekor kambing, atau membayar fidyah (bersedekah) kepada 6 (enam) orang miskin masing-masing 1⁄2 s}a’ (2 mud =1 1⁄2 kg) berupa makanan pokok, atau berpuasa 3 (tiga) hari.

c. Bila melanggar larangan berupa membunuh hewan buruan dan tidak sanggup membayar dam, wajib membayar dengan makanan pokok seharga binatang tersebut. Bila benar-benar tidak mampu, maka harus diganti dengan puasa, dengan perbandingan setiap hari = 1 mud makanan (3⁄4 kg beras).

d. Bila melanggar larangan, yaitu bersetubuh dengan istri/suami, baik sebelum tah}allul awwal maupun sesudah tah}allul awwal, maka harus bayar kifarat seekor unta. Apabila tidak sanggup, maka harus menyembelih seekor sapi, bila tidak mampu harus menyembelih 7 (tujuh) ekor kambing. Apabila tidak mampu, memberi makan seharga unta kepada fakir miskin di tanah haram, kalau juga tidak mampu berpuasa dengan hitungan 1 (satu) hari untuk setiap mud dari harga unta. Pendapat lain mengatakan, bahwa jika pelanggaran dilakukan sesudah tah}allul awwal, maka dikenai dam seekor kambing.

7. Apa perbedaan akibat pelanggaran bersetubuh dengan istri/ suami yang dilakukan sebelum tah}allul awwal dan sesudah tahallul awwal?

Jamaah haji yang bersetubuh sebelum tahallul awwal, hajinya tidak sah dan wajib membayar kifarat berupa menyembelih unta serta harus mengulang haji tahun berikutnya secara terpisah dari pasangannya.

Sedangkan jamaah haji yang bersetubuh setelah tahallul awwal hajinya tetap sah, namun harus membayar kifarat berupa unta menurut Imam Malik, sebagian madzhab Syafi’i dan sebagian madzhab Hambali. Dapat berupa kambing menurut madzhab Hanafi, mayoritas madzhab Syafi’i dan Hambali.

8. Kapan waktu mengerjakan puasa tiga hari?

Waktunya adalah selama berada di Makkah dalam bulan haji. Dalam keadaan benar-benar tidak mampu berpuasa 3 (tiga) hari di Makkah dalam bulan haji, maka dapat di-qad}a (diganti) setelah kembali ke Tanah Air.

9. Kapanwaktumengerjakanpuasa7(tujuh) hari?

Puasa 7 (tujuh) hari dilaksanakan setelah tiba di Tanah Air.

10. Bolehkah menyembelih qurban di Tanah Air atas nama orang yangsedanghajidi Makkah?

Boleh.

M. Badal Haji

1. Apa yang dimaksud badal haji?

Badal haji adalah haji yang dilakukan oleh seseorang, atas nama orang lain yang sudah meninggal atau ma’dhub (dalam kondisi sakit parah dan kondisi masyaqqah).

2. Apa syarat orang yang melakukan badal haji?

Syarat orang yang melakukan badal haji adalah dia harus memenuhi syarat wajib haji dan sudah haji untuk dirinya.

3. Apakah boleh laki-laki membadalkan perempuan atau sebaliknya

Boleh, laki-laki boleh membadalkan per-empuan dan sebaliknya.

4. Apakah yang menjadi wakil dalam badal haji harus keluarga?

Orang yang menjadi wakil badal haji diutamakan adalah keluarga yang berangkat dari tempat tinggal orang yang dibadali. Namun juga bisa dilakukan oleh orang lain dengan cara keluarganya melakukan perjanjian sesuai kesepakatan dengan orang tersebut.

N. Haji Perempuan

1. Apa syarat-syarat bagi perempuan yang akan berhaji?

Bagi perempuan yang akan berhaji, selain harus memenuhi syarat-syarat haji disyaratkan pula harus ada suami atau mahram yang menyertainya.

2. Siapakah yang dimaksud mahram?

Mahram adalah laki-laki yang dilarang menikah dengan perempuan yang akan berhaji itu.

3. Apakah perempuan boleh pergi haji tanpa suami atau mahram?

Perempuan boleh pergi haji tanpa suami atau mahram, selama diyakini terjaga keaamanannya (keputusan mudzakarah perhajian Indonesia, Kemenag RI 2015).

4. Apakah seorang istri boleh pergi haji tanpa izin suami?

Dalam hal ini ada 2 (dua) pendapat, bagi Imam Syafi’i harus izin suami, akan tetapi Imam Hambali berpendapat, suami tidak boleh melarang istrinya melaksanakan haji wajibnya kecuali haji sunat.

5. Apakah ada ketentuan khusus yang berlaku bagi perempuan yang melaksanakan ibadah haji/umrah?

Ada beberapa ketentuan khusus yang berlaku bagi perempuan yang melaksanakan ibadah haji/ umrah yakni:

a. Perempuan menutup auratnya kecuali muka dan kedua telapak tangannya (ketika ihram).
b. Perempuan tidak mengeraskan suaranya pada waktu membaca talbiyah/berdoa.
c. Perempuan tidak disunnahkan lari-lari kecil (ramal) ketika thawaf pada putaran pertama, kedua dan ketiga.
d. Perempuan tidak disunnahkan lari-lari kecil saat melintasi lampu hijau ketika sa’i. Dan tidak dianjurkan naik sampai ke atas bukit Safa dan Marwah.
e. Perempuan tidak mencukur gundul rambutnya, cukup memotong sedikitnya 3 (tiga) helai atau memotong ujung rambutnya sepanjang jari.

6. Apakah perempuan haid/nifas harus berniat ihram ketika di miqat?

Perempuan haid atau nifas, ketika sampai di miqat makani, wajib berniat ihram Haji/umrah.

7. Bagaimana status hukum ihram seorang perempuan yang tiba di Makkah lalu mengalami menstruasi sebelum melaksanakan umrah?

Ihramnya tetap sah dan tidak boleh dibatalkan. Baginya berlaku semua larangan ihram, hingga tahallul.

8. Bagaimana perempuan yang belum thawaf ifadah karena haidl, sedangkan rombongannya akan segera pulang ke Tanah Air?

a. Perempuan yang belum thawaf ifad}ah karena haid, dia harus menunggu sampai suci, sehingga dapat melakukan thawaf ifadah.
b. Meminum obat penunda haid atas petunjuk dokter.
c. Mengamati waktu jeda suci (tatabbu’ al-naqa’). Ketika darah haid tidak keluar dan diperkirakan cukup waktu untuk thawaf, maka segera mandi, memakai pembalut, dan melakukan thawaf ifadhah dan sa’i. Jika setelah thawaf darah keluar lagi, thawafnya sah dan tidak dikenakan denda apapun.
d. Menurut Madzhab Hanafi, boleh melakukan thawaf ifadhah dalam kondisi haid namun dikenakan dam satu ekor unta.
e. Menurut Madzhab Hambali, boleh melakukan thawaf ifadhah dalam kondisi haid dengan membayar seekor kambing.
f. Ibnu Taimiyyah dan Ibnu al-Qayyim tidak mensyaratkan suci sebagai syarat sahnya thawaf. Karenanya, thawaf ifadhahnya sah dan tidak dikenakan denda apa pun.

9. Apa saja yang perlu diperhatikan oleh jemaahhajiperempuan selama berada di Arab Saudi?

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh jemaah haji perempuan sebagai berikut:

a. Berpakaian rapi, Islami, dan menghindari pakaian tipis dan ketat.
b. Tidak memakai make up yang berlebihan.
c. Bertutur kata yang baik, tidak berbohong, tidak memfitnah, dan tidak menggunjingkan orang lain.
d. Menghindari bepergian berduaan dengan orang yang bukan mahramnya.
e. Bersikap waspada dan hati-hati terhadap perilaku orang asing yang tidak dikenal, termasuk panggilan-panggilan yang aneh (panggilan Siti Rahmah).
f. Menghormati tempat-tempat ibadah dan menghindari perbuatan-perbuatan yang dirasa mengurangi kekhusyukan serta keikhlasan beribadah, seperti berswafoto (selfie) di tempat-tempat tersebut.
g. Tetap berpegang teguh pada al-akhlaq al- karimah.

O. Pelaksanaan Ibadah Haji bagi Jemaah Haji yang Sakit/Udzur

1. Apakah jemaah haji yang sakit harus Wukuf di Arafah?

Jemaah haji yang sakit dan dalam perawatan di KKHI (Klinik Kesehatan Haji Indonesia) atau rumah sakit Arab Saudi, tetap diikhtiarkan wukuf di Arafah jika keadaan memungkinkan (sesuai kemampuan) melalui mekanisme safari wukuf. Apabila tidak memungkinkan, maka akan di-badal haji-kan oleh petugas.

2. Apakah jemaah haji yang dirawat di rumah sakit harus mabit di Muzdalifah?

Kewajiban mabitnya gugur dan tidak dikenakan dam, karena termasuk jamaah udzur.

3. Apakah jemaah haji yang sakit harus mabit di Mina?

Kewajiban mabitnya gugur dan tidak dikenakan dam, karena termasuk jamaah udzur.

4. Apakah jemaah haji yang sakit harus melontar jamrah?

Jemaah haji yang sakit tidak harus melontar jamrah sendiri, dan boleh mewakilkan kepada orang lain.

5. Apakah jemaah haji yang sakit harus thawaf ifadah?

a. Jemaah yang masih mampu secara fisik, tetap melakukan thawaf ifadhah sekalipun dengan cara menggunakan kursi roda atau skuter matick.
b. Jemaah yang tidak mampu secara fisik (ma’dhub) boleh mewakilkan tawaf ifadhah kepada orang lain.

6. Bagaimana cara jamaah haji yang dirawat di KKHI dan RSAS melakukan wukuf, melontar jamrah, dan thawaf ifad}ah?

Cara pelaksanaan wukuf, melontar jamrah, dan thawaf ifad}ah bagi jemaah haji yang dirawat di KKHI dan RSAS sebagai berikut:

a. Wukuf bagi jemaah haji yang sakit dengan cara safari wukuf. Pada pagi 9 Dzulhijjah jemaah haji yang sakit dan dirawat di KKHI diberangkatkan ke Arafah, dengan menggunakan Bus seca- ra beriring-iringan. Tiba di Arafah, jemaah haji yang sakit tetap berada di dalam bus. Setelah masuk waktu wukuf ba’da zawal (setelah tergelincirnya matahari) pada setiap bus dilakukan prosesi acara wukuf, seperti khutbah, shalat, dzikir dan do’a yang dipimpin oleh pembimbing ibadah. Kira-kira pukul 14.00 acara wukuf ditutup kemudian secara beriring- iringan bus kembali ke Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, cara wukuf seperti ini hajinya sah.
b. Lontar jamrah bagi jemaah haji yang sakit dilakukan dengan cara diwakilkan kepada petugas dan didampingi keluarganya.
c. Thawaf ifad}ah bagi jemaah haji yang sakit dapat dilaksanakan:

1) Di-thawafi fadah-kan dengan kursi roda atau skuter matick.
2) Menunda thawaf ifad}ah sampai kese- hatannya memungkinkan, baik menan- ti di Arab Saudi maupun setelah ada kemampuan kembali lagi ke Tanah Suci untuk menyelesaikan thawaf ifad}ahnya.
3) Dalam kondisi tidak mungkin di-thawaf Ifadhah-kan karena alasan kesehatan, maka dibadalkan, dengan mengikuti pendapat Atha’ Bin Rabah yang membolehkan membayar orang lain untuk melakukan badal tawaf ifadhah. Imam Sihabuddin ar- Ramli, dan Fatwa al-Azhar membolehkan badal thawaf ifad}ah, dengan syarat orang yang dibadalkan dalam kondisi ma’dhub (orang sakit berat yang secara medis tidak mungkin sembuh) dan harus segera meninggalkan Makkah (Keputusan Mudzakarah Perhajian Indonesia, Kementerian Agama RI, 2015, hlm. 36-39).

7. Apakah jemaah haji yang sakit yang dirawat di Rumah Sakit Arab Saudi diwukufkan?

Pihak Rumah Sakit Arab Saudi mewu- kufkan pasien-pasien yang dirawat di RSAS dengan menggunakan ambulance (kendaraan), sebagaimana safari wukuf yang dilakukan oleh KKHI.

8. Apa hukum thawaf wada’ bagi jemaah haji yang sakit ?

Tidak diwajibkan dan tidak dikenakan dam.

P. Shalat Berjamaah di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram Makkah

1. Apa yang dimaksud shalat berjamaah Arba’in?

Shalat berjamaah Arba’in adalah shalat ber- jamaah 5 (lima) waktu secara berjamaah di Masjid Nabawi sebanyak 40 (empat puluh) waktu shalat.

2. Apakah shalat berjamaah Arba’in diharuskan berjamaah dengan Imam Rawatib Masjid Nabawi dan tidak boleh terputus-putus?

Dianjurkan berjamaah dengan Imam Rawatib dan tidak terputus-putus, kecuali ada uzur syar’iy (halangan yang dimaklumi), seperti kondisi fisiknya lemah, sakit atau datang haid bagi perempuan).

3. Apakah shalat di dalam bangunan masjid sama pahalanya dengan yang shalat di halaman atau teras masjid?

Sama saja dari sudut letak, tapi dari sudut ikhtiar tergantung usaha yang dilakukan orang yang bersangkutan.

4. Apakah sama pahala orang yang shalat di Masjidil Haram dengan orang yang shalat di masjid lain di TanahHaram?

Pada dasarnya, semua masjid yang berdiri di atas Tanah Haram dihukumkan masjid yang fadilah- nya sama dengan Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram pahalanya 100.000 (seratus ribu) kali kelipatan. Adapun di Masjid Nabawi Madinah pahalanya 1.000 (seribu) kali kelipatan.

Q. Akhlaqul Karimah Jemaah Haji

1. Apa saja akhlaqul karimah jemaah haji?

Di antara sebagian akhlaqul karimah yang dian- jurkan bagi jemaah haji adalah:

a. Taqarrub berusaha mendekatkan diri kepada Allah secara terus menerus.
b. Tadabbur (mengambil pelajaran dari peristiwa yang dialaminya untuk menambah keimanan kepada Allah).
c. Tafakkur (banyak befikir tentang ihwal diri, agama, dan kehidupannya demi mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat)
d. Tasamuh (bersikap toleran dengan sesama atas keragaman kepentingan dan kebutuhan,serta saling pengertian untuk mendukung terlaksananya kemaslahatan bersama).
e. Ta’awun (saling tolong-menolong dalam kebajikan dan tidak sebaliknya).
f. Thaliqul wajhi (menampakkan wajah yang cerah-ceria penuh kedamaian dan menyenangkan.
g. Tawas}au bil-haq tawas}au bi as}-s}abri (saling mengingatkan dan nasihat terhadap sesama tentang kebenaran dan kesabaran).
h. Qana’ah (bersifat lapang dada, menerima apa saja pemberian Allah, baik sesuai dengan keinginan atau pun tidak).
i. Ridha (Sikap merasa senang, rela dan puas menerima dan tidak membenci segala macam bentuk ketetapan Allah Swt., melihat semua peristiwa perjalanan haji dan alam sekeliling merasa indah).

R. Kategori Rafas, Fusuq, dan Jidāl

1. Di antara larangan dalam ihram haji yang disebutkan dalam

Al-Qur’an adalah rafas, fusuq, dan jidāl. Apa sajakah yang termasuk dalam kategori itu?

a. Rafas adalah mengeluarkan perkataan tidak senonoh yang mengandung unsur kecabulan (porno), senda gurau berlebihan yang menjurus kepada timbulnya nafsu birahi (syahwat), termasuk melakukan hubungan badan (bersetubuh).

b. Fusuq adalah segala perbuatan maksiat, baik disadari atau pun tidak. Di antara perbuatan maksiat itu adalah:

1) Takabbur atau sombong.
2) Merugikan dan menyakiti orang lain dengan kata-kata atausikap (perbuatan).
3) Zalim terhadap orang lain, seperti mengambil haknya atau merugikannya.
4) Berbuat sesuatu yang dapat menodai akidah dan keimanannya kepada Allah.
5) Merusak alam dan makhluk lainnya tanpa ada alasan yang membolehkan.
6) Menghasut atau memprovokasi orang lain melakukan maksiat.

c. Jidāl adalah segala sikap dan perbuatan yang mengarah pada perdebatan, permu- suhan, dan perselisihan yang diiringi de- ngan nafsu ammārah, meskipun untuk mempertahankan kebenaran dan memper- juangkan haknya, seperti berbantah-bantahan untuk memperebutkan kamar, berebut kamar kecil, dan termasuk melakukan demonstrasi terhadap sesuatu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Adapun diskusi atau musyawarah tentang masalah agama dan kemaslahatan yang dilakukan dengan cara baik dan santun diperbolehkan.

S. Haji Mabrur

1. Apa yang dimaksud dengan haji mabrur?

Haji mabrur menurut bahasa, berarti haji yang baik atau yang diterima oleh Allah SWT. Menurut istilah, haji mabrur adalah haji yang mendorong pelakunya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan menurut syar’iy, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dengan memperhatikan berbagai syarat, rukun, wajib dan adabnya, serta menghindari hal-hal yang dilarang (muh}arramat) dengan penuh konsentrasi dan penghayatan semata-mata atas dorongan iman dan mengharap rida Allah SWT.

2. Setiap jemaah haji tentu ingin meraih haji mabrur, namun masih banyak jemaah yang belum memahami kriteria- kriterianya, apa saja kriteria haji mabrur?

Beberapa kriteria untuk meraih haji mabruryang harusditempuholehjemaah haji antara lain:

a. Pelaksanaan ibadah haji harus didasari dengan niat yang ikhlas semata-mata karena Allah.
b. Biaya dan bekal untuk menunaikan haji harus berasal dari harta halālan tayyiban.
c. Pelaksanaan ibadah haji sesuai dengan tuntunan manasik yang benar (rukun, wajib, dan sunat).
d. Menghindari seluruh larangan ihram dan perbuatan maksiat yang dapat mengurangi pahala hajinya.
e. Memperbanyak dzikir, istighfar dan amal saleh.

3. Apa saja ciri-ciri haji mabrur?

Mabrur atau tidaknya jemaah haji memang tidak dapat dilihat dan yang tahu hanyalah Allah SWT. Namun seseorang yang dapat meraih haji mabrur itu memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri-ciri orang yang meraih haji mabrur di antaranya:

a. Santun dalam bertutur kata.
b. Menyebarkan kedamaian.
c. Memiliki kepedulian sosial.
d. Berperilaku (amal perbuatan) lebih baik dibanding dengan sebelum menunaikan ibadah haji.
e. Bertambah zuhud terhadap kehidupan dunia dan lebih mengutamakan akhirat.
f. Senantiasa berserah diri kepada Allah dengan menerapkan sikap sabar, syukur , tawakkal dan ridha.

Sumber:
TUNTUNAN MANASIK HAJI DAN UMRAH
@Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2020